menuj Terjemahan Kitab Matan Jauharah Tauhid, Nadham 121-130 - Pena Teungku //
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Terjemahan Kitab Matan Jauharah Tauhid, Nadham 121-130


Nadham 121

فِى اْلاِكْتِسَابِ وَالتَّوَكُّلِ اخْتُلِفْ - وَالرَّاجِحُ التَّفْصِيْلُ حَسْبَمَا عُرِفْ

Terjemah Aceh:

- Dibedakan pada usaha dan tawakkal dan bermula yang kuat itu dirincikan pada sekira-kira dimaklumkan. 

Terjemah Umum :

- Terjadi perberdaan ulama pada usaha dan tawakkal, yang kuat adalah menurut kriteria masing-masing. 

Penjelasan :

Berbicara pada masalah mencari rizki, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, apakah tawakkal lebih baik atau usaha, menurut pendapat yang kuat adalah ditinjau dari kedudukan masing-masing. 

Orang yang sudah sampai kepada maqam tajrid (mengosongkan diri) dan hatinya tidak terikat lagi dengan asbab yang dhahir maka baginya lebih baik tawakkal kepada Allah, karena segala urusannya telah diserahkan kepada Allah dhahir dan bathin, apabila bidang ekonomi.

Dan seseorang yang belum sampai kepada maqam tajrid dan hatinya masih yakin kepada sebab-sebab yang dhahir, maka baginya lebih baik usaha daripada tawakkal pada bidang rizki. 

Nadham 122

وَعِنْدَنَا الشَّيْءُ هُوَ الْمَوْجُوْدُ - وَثَابِتٌ فِى الْخَارِجِ الْمَوْجُوْدُ

Terjemah Aceh:

- Dan tsabit disisi kita (Ahlussunnah wal jamaah) itu “bermula sesuatu dianya sesuatu itu maujud dan bermula yang sebut pada kenyataan itu maujud. 

Terjemah Umum :

- Disisi Ahli Sunnah Waljama’ah, syaik (sesuatu) adalah maujud, dan yang sebut pada kenyataan juga maujud. 

Penjelasan :

Pengertian الشَّيْءُ menurut Ahli Sunnah Waljama'ah adalah sesuaru yang maujud (ada), apabila di ibaratkan pasti pada dirinya disebut الشَّيْءُ, dan apabila pasti pada kharij (kenyataan) juga di sebut dengan الشَّيْءُ, keduanya memiliki kesamaan dan sesuatu yang terbenar kepada الشَّيْءُ juga terbenar kepada maujud, begitu juga sebaliknya, adapun sesuatu yang ma'dum tidak dikatakan kepada الشَّيْءُ.

Nadham 123 

وُجُوْدُ شَيْئِ عَيْنُـهُ وَالْجَوْهَـرُ - الْفَرْدُ حَادِثٌ عِنْدَنَا لاَ يُنْكَرُ

Terjemah Aceh :

- Bermula wujud sesuatu itu ‘ainnya sesuatu, dan bermula  jauhar Farad itu baharu disisi kita (Ahlussunnah wal jama’ah) yang tidak diingkarkan akanya jauhar farad.

Terjemah Umum :

- Wujud sesuatu adalah dirinya sesuatu, jauhar farad itu baharu menurut Ahli Sunnah, yang tidak diingkarkan. 

Penjelasan :

Wujud sesuatu ain yang maujud adalah ain hakikat sesuatu, sedangkan pengertian jauhar farad adalah sesuatu yang tidak dapat dibagikan lagi, tidak dapat dipotong, tidak dapat dipecahkan atau yang disebut dengan atom dan sifatnya juga baharu dan tidak dapat diingkari pendapat ini (pendapay ahli sunnah),

Nadham 124

ثُمَّ الذُّنُوْبُ عِنْدَنَا قِسْمَانِ - صَغِـيْرَةٌ كَبِيْرَةٌ فَالثَّانِـى

Terjemah Aceh :

- Kemudian bermula dosa disisi kita (Ahlusunnah wal jamaah) itu dua pembagan (bermula salah satunya dua) itu Dosa kecil dan itu dosa besar, maka bermula dianya dosa besar itu yang kedua. 

Terjemah Umum :

- Dosa menurut Ahlussunnah Waljama’ah ada dua, dosa kecil dan dosa besar. 

Penjelasan :

Dosa menurut pendapat Ahli Sunnah ada 2, pertama dosa kecil dan kedua dosa besar.

Adapun menurut pendapat kaum khawarij, dosa itu hanya ada satu yaitu dosa besar, dan menurut mereka barang siapa yang melakukan dosa besar menjadi kafir ia.

Nadham 125

مِنْهَ الْمُتَابُ وَاجِبٌ فِى الْحَالِ - وَلاَ انْتِقِاضَ اِنْ يَعُدْ لِلْحَالِ

Terjemah Aceh :

- Bermula taubat daripadanya dosa itu wajib ianya taubat pada ketika itu, dan tiada gugur jika mengulangi ianya seseorang bagi keadaan (dosa lalu). 

Terjemah Umum :

- Taubat dari dosa besar adalah wajib, dan taubat itu tidak dianggap jika ia melakukan dosa itu kembali.

Penjelasan :

Bagi seseorang yag telah berlumuran dengan dosa besar maka hukum taubat baginya adalah wajib ain dan harus dilakukan dengan segera, dan apabila pada suatu ketika ia kembali lagi melakukan dosa tersebut maka tidak diperhitungkan taubat pada dirinya.

Nadhan 126

لَكِنْ يُجَدِّدْ تَوْبَةَ لِمَـا اقْـتَرَفْ - وَفِى الْقَبُوْلَ رَأْيُهُمْ قَدِ اخْتَلَفْ

Terjemah Aceh :

- Akan tetapi memperbarui ianya seseorang akan taubat bagi barang yang terlanjur ianya seseorang, Dan  pada terima (taubat) bermula pandangan mereka ulama itu sungguh berselisih ianya pendapat.

Terjemah Umum :

- Orang-orang yang terlanjur melakukan dosa harus baginya untuk memperbarui taubat, dan terjadi perbedaan pandangan ulama dalam hal penerimaan taubat.

Penjelasan :

Dan apabila seseorang telah mengulangi terhadap dosa pada kedua kali, maka taubat itu juga wajin diulangi lagi, masalah penerimaan taubat mereka disisi Allah terjadi perbedaan pendapat ulama.

Pendapat Abu Hasan Al Asy'ari tetap diterima taubat berdasarkan ayat

وَهُوَ الَّذِيْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهٖ وَيَعْفُوْا عَنِ السَّيِّاٰتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَۙ

Terjemahan ;

- Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan,

Nadham 127

وَحِفْظُ دِيْنِ ثُمَّ نَفْسٍ مَالٍ نَسَبْ - وَمِثْلُهَا عَقْلٌ وَعِرْضٌ قَدْ وَجَبْ

Terjemahan :

- Dan bermula memelihara agama kemudian jiwa dan harta dan  nasab/keturunan, dan bermula seumpanya tiap-tiap itu  akal  dan kehormatan itu wajib ianya memelihara tiap-tiap.

Terjemah Umum :

Memelihara agama, jiwa, harta, keturunan, akal, kehormatan adalah wajib.

Penjelasan :

Syara' memutuskan hukum wajib tentang memelihara Agama dari ajaran-ajaran yang dapat merusak aqidah dan dari ajaran yang menyimang dari ajaran Ahlus Sunnah Waljama'ah, maka berlakulah hukum membunuh orang murtad dengan pedang setelah disuruh bertaubat namun ia tidak mau.

Sama halnya seperti mengamankan hartat benda dari perampasan dan lain sebagainya, maka berlakulah hukum potong tangan bagi pencuri dan wajib memelihara dari kebinasaan dan sebab sebab yang menimbulkan bunuh diri, maka berlakulah qishah atau diyat, dan wajib memelihara keturunan dari orang dhalim seperti zina, maka berlakulah hukum rajam atau cambuk seratus kali dan wajib memelihara akal dari sesuatu yang dapat merusakkan seperti minuman yang memabukkan maka berlakulah hukum canbuk empat puluh kali dan wajib menjaga kehormatan dari hal hal yang dapat memalukan maka berlakulah hukum cambuk delapan puluh kali bagi penuduh orang lagi dengan zina.

Nadham 128

وَمَنْ لِـمَعْلُوْمٍ ضَرُوْرَةً جَحَدْ - مِنْ دِيْنِنَا يُقْتَلْ كُفْرًا لَيْسَ حَدْ

Terjemah Aceh :

Dan bermula si man yang mengingkari ianya man bagi hukun yang sudah dimaklumkan secara dharuri (semua orang mengetahuinya) dari pada  agama kita itu dibunuhkan akannya man karena kafir lagi tiada ianya bunuh itu sebagai had/hukuman. 

Terjemah Umum :

- Orang-orang yang mengingkari atas sesuatu yang sudah maklum dalam agama kita harus dibunuh dalam kategori bunuh kafir dan tidak mewajibkan had.

Penjelasan :

Barang siapa yang memudarkan agama islam dengan cara mengingkari syari'at islam yang diketahui semua orang bahwa itu wajib, seperti berkeyakina bahwa puasa itu tidak wajib, zakat tidak wajib, haji tidak wajib maka orang tersebut sudah keluar dari agama islam dan wajib di bunuh secara bunuh kafir serta tidak boleh dikiburkan ditempat pemakaman orang islam. dibunuh secara kafir dalam artian bukan bunuh dalam bentuk had/denda.

Nadham 129

وَمِثْلُ هَذَا مَنْ نَفَى لِمُـجْمَعِ - اَوِسْتَبَاحَ كَالزِّنَا فَلْتَسْمَـعِ

Terjemah Aceh :

- Dan bermula seumpama ini (dibunuhkan juga) itu si man yang menafikan ianya man bagi hukum yang telah disepakati ulama, atau membolehkan ianya man akan seumpama zina, maka hendaklah dengar oleh mu akan dalil.

Terjemah Umum :

- Orang-orang yang mengingkari atas hukum yang telah disepakati oleh para ulama atau membolehkan zina juga harus dibunuh.

Penjelasan :

Dalam nadham ini memberi contoh kepada kita seseorang yang menafikan ijma' ulama atau membolehkan perkara yang haram seperti zina, minum arak dan lain sebagainya, kesimpulannya bahwa orang yang menafikan ijma' ulama adalah kafir, dengan syarat ijma' tersebut bersifat qath'i lagi maklum secara mudah kepada manusia. bukan ijma' sukuti karena ijma' sukuti berstatus dhanni maka tidak jadi kafir jika diingkari.

Nadham 130

وَوَاجِبٌ نَصْبُ اِمَـامِ عَدْلِ  - بِالشَّرْعِ فَاعْلَمْ لاَ بِحُكْمِ الْعَقْلِ

Terjemah Aceh :

- Dan bermula melantik imam/pemimpin yang adil itu Wajib dengan (pandangan) syara‘, maka ketahui oleh mu, bukan (wajib) dengan hukum akal, 

Terjemah Umum  :

- Melantik seorang pemimpin yang adil adalah sebuah kewajiban dari segi hukum syara' bukan hukum akal.

Penjelasan :

Allah subhana wata'ala mewajibkan kepada umat manusia untuk melantik seorang pemimpin yang adil bagi Allah ta'ala dan adil kepada makhluk. dan kita wajib mengetahui bahwa masalah memilih pemimpin yang adil merupakan syara' bukan wajib akal.

Baca sebelumya : Nadham 116-120

Baca lamjutannya : Nadham 131-139

Post a Comment for "Terjemahan Kitab Matan Jauharah Tauhid, Nadham 121-130"