menuj Hadist 3 Fase Bulan Ramadhan Tergolong Dha'if, Namun Bolehkah Diamalkan? - Pena Teungku //
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadist 3 Fase Bulan Ramadhan Tergolong Dha'if, Namun Bolehkah Diamalkan?



Saat datangnya Bulan Ramadhan, para ustazd atau da'i-da'i memiliki momentum yang sangat tepat untuk menjalankan tugas-tugasnya, yaitu menyampaikan motivasi-motivasi agar umat tekun dalam beribadah.

Namun sangat disayangkan, terkadang ada sebagian ustazd atau da'i yang tidak begitu teliti dalam menyampaikan materi-materi dakwah, sebagian dari mereka ada yang mengadopsi hadits-hadits dha'if/lemah untuk memotivasi para jamaah untuk rajin menjalani ibadah puasa.

Salah satunya adalah hadits tentang 3 fase pembagian bulan Ramadhan, pertama Rahmah (kasih sayang) kedua Magfirah (ampunan), ketiga Itqu minan nar (merdeka dari api neraka)

أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفٍرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقُ مِنَ النَّار 

Artinya, “Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syuʽabul Iman dan juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Sahih ibn Khuzaimah. Walaupun diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Sahih-nya, menurut al-Suyuthi, hadits ini bermuara pada satu sumber sanad (madar), yaitu Ali ibn Zaid ibn Jadʽan yang divonis oleh para ulama sebagai orang yang dhaif. Sedangkan orang yang meriwayatkan hadits tersebut dari Ali ibn Zaid adalah Yusuf bin Ziyad yang divonis dhaif parah (dhaif jiddan). Walaupun ada ulama lain yang juga meriwayatkan hadits ini dari Ali bin Zaid, yaitu Iyas ibn Abd al-Ghaffar. Sayangnya Iyas sendiri juga orang yang majhul menurut Ibn Hajar al-Asqalani. (Lihat: al-Suyuthi, Jâmiʽ al-Aḥâdîts, [Beirut: Dar Fikr, t.t], j. 23, h. 176.)

Jadi sudah jelas bahwa hadist tersebut tergolong hadits lemah. 

Namun apakah hadist tersebut diamalkan,?

Dalam ilmu hadits disebutkan bahwa dalam fadhailul amal (kelebihan amal), boleh beramal dengan hadist-hadist dha'if, selama tidak berkaitan dengan urusan aqidah, maka dalam urusan aqidah harus dengan hadist shahih, dan tidak dalam urusan halal haram, karena dalam urusan ini tidak diperkenankan untuk mengutip hadist dha'if sebagai pegangannya.

Namun, ketika seorang penceramah telah mengetahui bahwa hadits itu dhaif, jangan meriwayatkan atau menyampaikan dengan sighat jazm (sighat yang meyakinkan bahwa itu benar-benar dari Rasulullah), seperti dengan lafaz “Qâla Rasûlullah” dan semacamnya. Tapi hendaknya meriwayatkan dengan sighat tamridh saja, seperti “qîla” atau “ruwiya”. Ini adalah salah satu tindakan untuk berhati-hati, karena telah mengetahui status kedhaifan hadits tersebut.

Post a Comment for "Hadist 3 Fase Bulan Ramadhan Tergolong Dha'if, Namun Bolehkah Diamalkan? "