menuj Kecerdasan Imam Syafi'i - Pena Teungku //
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kecerdasan Imam Syafi'i


Setelah Imam Syafi'i berusia 2 tahun, ia di bawa oleh ayah da ibu nya pulang ke tanah airnya di Makkah, kembali ke rumah Ayahnya yang dekat dengan Masjidil Haram. Dalam asuhan ibunya, Imam Syafi'i hidup secara sederhana, sebagai seorang anak yatim, yang di tinggal mati oleh bapaknya sebelum lahir.

Keadaan seperti itu tidak membuat nya berkecil hati apalagi sampai patah semangat dan putus asa. keyatiman telah membawa hikmah tersendiri bagi imam syafi'i untuk menyongsong masa depan nya.Penderitaan dan kesusahan hidup yang ia alami di masa kecil, malah memicu dirinya untuk meraih peluang terbaik yang masih di sediakan oleh Allah bagi siapapapun.

Kesempatan dan peluang yang masih terbendang luas di hadapannya tidak di sia-siakan begitu saja.Ia pergunakan seluruh waktu nya untuk mempalajari ilmu keislaman.Dia tidak mengiginkan masa depannya sram tak ada perubahan.pada saat sekarang ia dalam keadaan yatim, namun untuk masa mendatang tak boleh terulang lagi masa kepahitan hidupnya,apa lagi sampai dirinya menjadi miskin ilmu.

dengan demikian di pacunya semangat belajar, hampir-hampir tidak ada waktu sengang untuk istirahat, apalagi bermaian sebagaimana layaknya anak-anak seusia dirinya. semagat belajarnya yang luar biasa ini membuahkan hasil yang spektakuler diluar nalar manuia pada umumnya, betapa  tidak, pada usia 9 tahun imam syafi'i sudah hafal Al-qur'an 30 juz, diluar kepala dengan lancar. 

sesudah itu, ia meninggalkan surauya tempat ia mengaji dan belajar membaca Al-qur'an. ia kemudian melanjutkan pendidikannya di mesjidil haram yang pada waktu itu merupakan satu-satunya perguruan tinggi dikota makkah. diperguruan tinggi tersebut seluruh mahasiswanya adalah orang dewasa yang sudah berjanggut, dan imam syaf'i'i-lah satu-satunya mahasiswa yang paling kecil dan palng termuda usianya, meskipun demikian, ia tidak merasa minder sedikitpun, walaupun kebanyakan teman-teman kuliah adalah orang dewasa.            

Di Masjidil Haram ini Imam Syafi'i mempelajari berbagai disiplin ilmu dari beberapa mahasiswa yang ahli dalam bidangnya. Di antara bidang studi yang di pelajari oleh Imam Syafi'i selama belajar di Masjidil Haram ada ilmu Fiqh, Hadist, Qur'an, Bahasa / kesusastraan dan lain lain. Sekalipun hidupnya serba kekurangan, namun ia tidak putus asa dalam belajar. Setiap pelajaran yang ia terima dari maha gurunya di catat di atas tulang-belulang, juga di catat di atas pelepah daun kurma. Terkadang ia mencari kertas kertas bekas yang tidak di pakai dan sudah di buang orang dari kantor kantor pemerintah. Kertas-kertas bekas bekas tersebut oleh Imam Syafi'i di kumpulkan dan di gunakan mencatat pelajaran pada bagian bagian yang masih bisa untuk di tulis.

Dalam pandangan Imam Syafi'i Ilmu pengetahuan itu sangat berharga sekali, lebih mulia dan lebih mahal di bandingkan dengan segala apa yang ada di permukaan alam ini. Dalam hal ini Imam mengatakan dalam suatu Sya'ir

"Pengetahuan, ibarat binatang buruan yang harus di ikat dengan di catat, lekas ikat erat erta.

Satu kebodohan, berburu rusa di hutan, setelah dapat di lepaskan."

Di dalam kamar Imam Syafi'i lemarinya penuh sesak dengan kertas-kertas dan tulang belulang catatan dari pelajaran yang di terima nya. Karena banyak kertas dan tulang belulang yang ada di kamar nya sampai dirinya tidak bisa leluasa bergerak, apalagi untuk berbaringm karena itu, Imam Syafi'i bermaksud untuk menghafalkan semua pelajaran yang ia terima dari para guru nya, sekaligus untuk membersihkan kamar nya dari tumpukan kertas dan tulang. Maka setiap kali ia hafal dari pelajaran yang tercatat dalam kertas atau tulang, maka kertas atau tulang tersebut di buang nya, begitu juga seterusnya sampai kamarnya kosong dan bersih dari tumpukan kertas dn tulang.

Selanjutnya Imam Syafi'i melanjutkan suatu Sya'ir yang berkaitan dengan penghafalannya tersebut:

"Semua pelajaran yang ku hafal di luar kepala, kemana saja aku pergi boleh ku bawa."

"Kini tempat nya bukan dalam lemari lagi, tetapi sudah tersimpan di dalam hati."

"Jika aku sedang di rumah dia pun ada di rumah. Jika aku pergi ke pasar, dia pun turut ke pasar."

Itulah di antara kejeniusan dan briliannya otak Imam Syafi'i dalam menyerab pelajaran dari gurunya. Pikiran nya terang dan tajam, cepat menangkap pelajaran, gampang mengerti, setiap pelajaran yang suda dihafalkan yang sudah di hafalkan tidak bisa lupa. Di dalam mempelajari sastra Arab ia tidak segan segan pergi ke pendalaman dusun Badui. Ia pernah mengatakan bahwa semua ilmu pengetahuan itu tidak untuk di hafalkan, melainkan harus di ambil manfaatnya dengan cara beramal.

Imam Syafi'i membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk belajar, seperti untuk beribadah dan sepertiga lagi untuk istirahat / tidur.

(Biografi empat Imam Mazhab, Halaman 62)


Post a Comment for "Kecerdasan Imam Syafi'i"